Wednesday, May 26, 2010

Teracuni Berkali-kali

Lirik lagu apa ini?

You're such a beautiful writer
that's not all you are
I'm sorry about making a pass
It was subtle but I think that you grasped
The meaning intended
I can be a friend to you
I won't pretend
I'm not interested in breaking your heart
It's not love no it's nothing like that
I'll leave that to lookers like him
Oh he's such a delicate thing
Now it's such a fragile thing that we have

I should be suspended from class
I don't know my elbow from my arse
I should be suspended from class

We could go out dancing
But, in truth, it is the last thing that I have on my mind
Please say if I'm way out of line
I won't need telling twice
Now he wants to kiss
He says he can't resist
You're going to have to keep it hidden inside
I've a feeling that pigs might fly, might fly
I should be suspended from class
I don't know my elbow from my arse
I should be suspended from class



Penasaran?

Lagu ini, sungguh, meracun sekali, bukan, berkali-kali di telinga saya. Meskipun headset sudah dilepas, rasanya masih saja berputar di otak saya (maaf jika berlebihan). Padahal maksud liriknya saja tidak saya mengerti. Meminjam istilah (mantan) teman kuliah saya: lagunya beracun.


***

sc (sekalian curhat):
Sebenarnya post kali ini hanya untuk memancing motivasi, atau dalam istilah kuliner disebut appetizer, untuk sebuah tulisan yang paling bersejarah dalam kemahasiswaan seorang Arief Kurniawan: 


TINJAUAN ATAS PENERAPAN STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAH 
PADA LAPORAN KEUANGAN SEKRETARIAT JENDERAL 
KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL 
TAHUN 2009


Jujur saja, saya panik.

Thursday, May 20, 2010

Tersembunyikan Sesuatu

Halaman-halaman yang tersembunyi seringkali jadi suatu yang berarti
Kemudian, bersembunyi menjelma waktu yang dinanti

Sungguhpun,
Aku hanya ingin bercerita
Tanpa bahasa
Tanpa suara











http://www.sileah.com/2008/06/29/mudik-klaten-lagi/

Now Read

karena setiap lembarnya mengalir berjuta cahaya
karena setiap aksara membuka jendela dunia*

***

Kalau dipikir-pikir, ternyata dibandingkan saat masih kecil, saya yang sekarang ini kurang sekali membaca. Kalau dulu ketika baru bisa membaca, saya selalu bersemangat membaca apapun: majalah BOBO, koran, maupun billboard pinggir jalan (saya suka membacanya keras-keras), tapi --mungkin karena merasa semakin lihai membaca sehingga merasa tak perlu latihan membaca lagi-- makin besar saya mengalami penurunan minat baca.

Sekitar enam bulan lalu saya sebenarnya sudah menyusun rencana menyisihkan uang tiap bulannya untuk membeli buku. Tapi seperti rencana-rencana saya lainnya, rencana ini putus di tengah jalan ketika hanya berjalan dua bulan. Hingga akhirnya sekitar sebulan lalu, saya merasa dorongan untuk (lebih banyak) membaca lagi semakin besar.

Dorongan yang pertama yaitu saat saya mengikuti seminar dan workshop tentang pers kampus yang diadakan Change Magazine (Yayasan Jurnal Perempuan), dalam salah satu sesi, pengisi materinya bertanya: kalau tentara, kan, senjatanya pistol, apa senjata utama dari penulis? Yang ditanya ada yang menjawab pulpen, alat tulis, catatan, otak, pikiran. Ternyata bukan itu jawabannya. Kata si pembicara: senjata utama seorang penulis adalah membaca. Semakin banyak membaca, seseorang akan semakin baik dalam menulis.

Yang kedua adalah novel pinjaman dari teman saya. Judul bukunya Ziarah, penulisnya yaitu Iwan Simatupang. Isi buku itu sebenarnya sudah sering saya baca di soal-soal Bahasa Indonesia, tapi saya tidak pernah tahu bukunya sama sekali. Ternyata banyak sekali buku-buku bagus (terutama yang lama) yang masuk dalam kategori must-read belum saya baca. Buku yang ada di kolom sebelah ini (Bumi Manusia) termasuk salah satunya. Bumi Manusia ini juga saya dapat dari pinjaman teman lainnya.

Dorongan yang ketiga adalah beberapa hari lalu secara tidak sengaja saya membaca status sesorang di facebook yang merupakan quote dari Charles "tremendeous" Jones: Hari ini Anda adalah orang yang sama dengan Anda di lima tahun mendatang, kecuali dua hal: orang-orang di sekeliling Anda dan buku-buku yang Anda baca.

Ada lagi dorongan-dorongan lainnya seperti rekomendasi untuk membaca Risalah Pergerakan --sepertinya saya memang harus membacanya--, dan beberapa buku yang "sudah siap" dipinjam. Selain itu, saya juga perlu membaca lebih banyak dan lebih beragam lagi supaya --seperti kata Moli-- menguasai perspektif, bukan sebaliknya.

Semestinya memang membaca itu suatu kebutuhan bagi setiap orang, apalagi bagi kaum terpelajar seperti mahasiswa. Tapi memang sulit untuk menyadari bahwa membaca itu adalah kebutuhan, yang lebih penting daripada nonton Opera van Java ataupun twitter-an.


***

Bicara soal rencana, saya berencana gambar sampul buku di kolom "Now Read" di samping berganti tiap minggunya --itulah kenapa saya menambahkan kolom tersebut di halaman blog ini--. Tapi untuk membeli buku tiap bulan, saya rasa masih banyak orang-orang dermawan yang mau berbagi-pinjam buku-bukunya.

*Efek Rumah Kaca - Jangan Bakar Buku