Thursday, November 11, 2010

CPS (Copy-Paste-Share)

Ceritanya saya lagi browsing cari materi tentang silaturahmi buat bahan diskusi sama anak-anak SMA Jumat besok. Eh, malah sampai ke halaman ini. Lumayan buat di-share. Hitung-hitung mulai posting blog lagi. Tafadhol disimak :D

***

Persahabatan

Dalam bukunya Pak Hamka menulis: "Pilihlah seorang yang takutkan Allah untuk menjadi sahabatmu. Dan kata kata hikmatnya tentang persahabatan:

1. Persahabatan adalah satu satunya pintu kebebasan kita. Banyak perkara yang tak dapat kita nyatakan kepada isteri sekali pun, tetapi dapat dinyatakan kepada sahabat.Persahabatan yang jujur adalah salah satu tangga kenaikan.

2. Supaya beroleh sahabat, hendaklah diri sendiri layak buat disahabati orang.

3. Sahabatmu suka padamu, tetapi tidaklah tiap-tiap orang yang suka kepadamu itu adalah sahabatmu.

4. Kesenangan hidupmu adalah memperbanyak teman, tetapi bukti persahabatan yang setia ialah di waktu kesukaran.

5. Yang semulia-mulia kewajipan bersahabat ialah mengetahui kehendak dan kemahuan sahabatmu sebelum dikatakan. Dan perkenankan permintaannya sebelum dimintanya.

6. Kalau mempunyai banyak sahabat, janganlah jadi sahabat untuk seorang sahaja.

7. Kalau sahabatmu tertawa, hendaklah dikatakan apa sebab dia senang, kalau sahabatmu menangis, engkau mesti periksa apa sebab dia susah.

8. Jika engkau memberi sesuatu pada sahabatmu, bererti memberikan kepada dirimu sendiri.

9. Pengubat jerih manusia adalah dua: pertama: Iman kepada Allah, kedua: Percaya kepada sahabat.

10. Bila orang telah merasa dirinya besar, dia lupa akan salahnya, hanya sahabat yang setia yang sanggup membuka matanya.

11. Kalau sahabatmu telah banyak menyelidiki keadaan engkau, bukanlah buat diampuninya.

12. Teman yang 'berudang disebalik batu' adalah seumpama anjing ditepi jalan, yang ditujunya hanya tulang yang akan dilemparkan kepadanya, bukan tangan yang melemparkan tulang itu.

13. Cemburu perempuan kepada perempuan, memutuskan tali persahabatan.

14. Bila seorang perempuan telah sudi menghulurkan tangan persahabatan, alamat umurmu telah lepas dari zaman bercinta. "Ya Rabb kami, janganlah Engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan setelah engkau beri petunjuk kepada kami." (Ali Imran : 250)


***

Tadinya mau saya sesuaikan dengan EYD, tapi buat saya bahasa melayu lebih cantik daripada EYD.

Friday, October 8, 2010

3Q

Akhirnya bisa juga buat video. Masih jauh dari bagus, sih. Tapi pengalaman dan ilmunya tidak tergantikan, lah. Apalagi perasaan bangga ditonton banyak orang dan diberi tepuk tangan pula.

Tuesday, October 5, 2010

No Comment, Please!

Saya sering merasa risih dengan orang-orang yang hobinya protes. Kalau ada sesuatu yang tidak sejalan dengan pikirannya langsung berkomentar. Ada kesalahan sedikit langsung mencaci. Saya jadi menduga-duga apa jangan-jangan orang-orang sepeti itu adalah orang yang selalu benar? Meskipun orang-orang seperti itu jika dituduh "selalu benar" mungkin --saya belum pernah menanyakan langsung-- menyanggahnya.

Saya suka membaca tulisan-tulisan dan pendapat orang-orang yang kritis. Saya pun selalu berusaha menjadi orang yang skeptis. Tapi apa gunanya menjadi kritis kalau ujung-ujungnya digunakan untuk menjatuhkan orang lain? Saya pikir bukan itu tujuan dari sikap kritis.

Sayangnya, saat ini saya semakin sering menemukan orang-orang seperti ini. Orang-orang (dalam pandangan saya) yang merasa akan semakin pintar jika makin banyak berkomentar, bukan belajar. Padahal buat saya berkomentar itu menuntut untuk belajar. Dengan belajar kita semakin pintar, nah, barulah berkomentar. Tapi saat ini makin banyak orang yang lebih suka menunjukkan dirinya lebih tahu, padahal dia sendiri belum tahu apa yang dia ketahui itu benar-benar pengetahuan yang benar. Yang diketahuinya langsung diterima begitu saja, tanpa memastikan kebenarannya, dan parahnya lagi langsung menyebarkannya kepada orang-orang (dan ini lebih parah lagi) yang juga percaya begitu saja.

Pascayudisium

Surat Akhir Tahun
*Ayat Rohaedi

Apa yang akan kaulakukan
menjelang berakhirnya suatu masa ini?
Merencanakan masa depan
tanpa peduli pada apa yang kaukerjakan
di hari-hari yang berlalu?
Atau justru sebaliknya:
mengenangnya dengan mesra
karena sadar semuanya itu
tak akan kembali tiba?

Apa yang akan kaulakukan
menjelang berakhirnya suatu masa ini?
Merencanakan masa depan
yang mudah-mudahan baikan
dari apa yang kualami selama ini?
Ataukah justru sebaliknya:
mengenangnya dengan mesra
karena menyelinap keyakinan
bahwa apa yang telah lalu
senantiasa baikan
dari apa yang masih bayangan?

Apakah yang akan kita lakukan
menjelang berakhirnya suatu masa ini?
Mempersibuk diri, ataukah
tidak berbuat apa pun,
cuma menerima apa yang akan tiba
entah bagaimana pun adanya?

Apakah yang akan kita lakukan
menjelang berakhirnya suatu masa ini?
Ya, apa yang akan kita lakukan

1974

Tuesday, September 14, 2010

Degradasi

Ah, baru aja mau posting tulisan baru. Eh, pas diliat lagi: kok cupu banget ya? Jadi malu mau postingnya. Tapi kalo dipikir-pikir kayanya makin lama, kok, makin nggak bagus, tulisan saya--saya nggak bilang tulisan saya pernah bagus, kan?--.

Eh, degradasi, atau regresi? Ah, emang makin payah, nih.

Thursday, August 26, 2010

Tarawih Kilat

pukul tujuh lewat empat
menuju masjid terdekat
bergegaslah untuk berangkat,
tiba tepat pada iqomat
diawali wajib empat,
kemudian dua puluh roka'at
ketika tujuh seperempat,
dua menit tiap tahiyat
disusul dengan sholawat
bangkit lagi dengan keringat,
tiap gerakan begitu cepat
diam sejenak pun tak sempat,
agar sampai pada tabbat
di pukul delapan tepat

***

ternyata bukan hanya pesantren saja yang bisa kilat.
padahal tarawih berarti istirahat         fiqh tarawih

Sleep Paralysis

Pernahkah Anda merasa kaku ketika baru terbangun dari tidur? Anda sadar, tapi seluruh badan rasanya sangat sulit digerakkan. Nafas terasa sesak, seakan-akan tertindih sesuatu.

Peristiwa tersebut merupakan gejala dari sleep paralysis atau tidur lumpuh. Kelumpuhan itu adalah suatu kondisi seseorang yang sedang berbaring terlentang saat baru saja tertidur atau baru akan terbangun, tapi menemukan dirinya tidak bisa bergerak atau berbicara. Sleep paralysis berlangsung dalam hitungan detik atau paling lama sekitar satu menit. Namun, bagi orang yang mengalaminya akan terasa lama karena timbulnya kepanikan.

Kejadian tersebut biasanya juga disertai dengan perasaan hal yang menakutkan, seperti bayangan hitam yang berada di atas atau hantu yang menindih badan, sehingga sering dikaitkan dengan hal mistis. Dalam keseharian, peristiwa tersebut sering disebut tindihan atau irep-irep. Bahkan, di kalangan medis Barat, peristiswa ini pernah dinamakan The Old Hag Syndrome, yang maknanya dalam kejadian ini seakan-akan ada penyihir (old hag) yang menduduki dada orang yang mengalaminya. Hampir setiap orang pernah mengalami sleep paralysis. Sleep paralysis bisa terjadi pada siapa saja, laki-laki atau perempuan. Orang biasanya pertama kali mengalami kejadian ini ketika usia 14—17 tahun.

Berdasarkan gelombang otak, tidur terbagi dalam empat tahapan. Tahapan itu adalah tahap tidur paling ringan (kita masih setengah sadar), tahap tidur yang lebih dalam, tidur paling dalam dan tahap rapid eye movement (REM). Ketiga tahapan awal disebut juga tahapan non-REM. Ketika kita tidur, 80 menit pertama, kita memasuki kondisi non-REM, lalu diikuti 10 menit REM, yakni saat terjadinya mimpi. Selama non-REM, tubuh kita menghasilkan beberapa gerakan minor dan mata kita bergerak-gerak kecil. Ketika masuk ke kondisi REM, detak jantung bertambah cepat, hembusan nafas menjadi cepat dan pendek dan mata kita bergerak dengan cepat (rapid eye movement). Dalam kondisi inilah, mimpi kita tercipta dengan jelas dan kita bisa melihat objek-objek di dalam mimpi.

Menurut Al Cheyne, peneliti dari Universitas Waterloo, Kanada, sleep paralysis adalah sejenis halusinasi karena adanya malafungsi tidur di tahap REM. Selain itu, menurut dr. Max Hirshkowitz, Direktur Sleep Disorders Center di Veterans Administration Medical Center, Houston, Amerika Serikat, sleep paralysis muncul ketika otak mengalami kondisi transisi antara tidur mimpi yang dalam (REM dreaming sleep) dan kondisi sadar. Selama REM dreaming sleep, otak kita mematikan fungsi gerak sebagian besar otot tubuh sehingga kita tidak bisa bergerak atau lumpuh sementara yang disebut dengan REM Atonia. Saat kondisi tubuh terlalu lelah atau kurang tidur, gelombang otak tidak mengikuti tahapan tidur yang seharusnya. Jadi, dari keadaan sadar (saat hendak tidur) ke tahap tidur paling ringan, lalu langsung melompat ke mimpi (REM) atau sebaliknya. Ketika terjadi lompatan ketika akan tidur tersebut, seseorang masih setengah sadar saat otak sudah mematikan fungsi gerak dan mulai terjadi mimpi. Atau, kadang otak kita tidak mengakhiri mimpi atau kelumpuhan kita dengan sempurna ketika terbangun, sehingga tubuh masih terasa kaku ketika sudah tersadar.

Florence Cardinal, seorang peneliti masalah sleep disorder asal Kanada, mengatakan kalau halusinasi biasanya memang menyertai sleep paralysis. Kadang, ada perasaan kalau ada orang lain di dalam ruangan atau bahkan kita bisa merasakan adanya makhluk yang sedang melayang di atas kita. Halusinasi yang menyertai kelumpuhan tidur ini bisa dalam berbagai bentuk, seperti eksosomatik (gelombang, getaran, dan ada gemetar), akustik (dering bernada tinggi atau suara yang keras), visual (cahaya atau persepsi ekstrim terhadap suatu objek), somatosensori (perasaan tubuh menjadi bengkok, diputar, ditekan, atau sensasi seperti terbang dan mengambang), dan fisik (tiba-tiba merasa sakit di bagian tubuh).

Sleep paralysis umumnya terjadi pada orang dengan posisi tidur telentang. Waktu tidur, rasa lelah, dan jadwal normal tidur juga berpengaruh. Seseorang yang mengalami kelelahan berlebihan, waktu tidurnya berkurang, atau jadwal normal tidurnya terganggu punya kemungkinan yang lebih besar untuk mengalami sleep paralysis. Selain itu, orang yang biasa mengkonsumsi obat penenang akan menjadi lebih sering mengalami kejadian tersebut.

Pada dasarnya, tidak perlu panik ketika mengalami sleep paralysis karena hanya berlangsung sesaat. Namun, gejala tersebut tidak dapat dianggap remeh karena bisa jadi merupakan pertanda narcolepsy (serangan tidur mendadak tanpa tanda-tanda mengantuk), sleep apnea (mendengkur), kecemasan, atau depresi.

Salah satu cara untuk menghindari sleep paralysis adalah dengan mengubah posisi tidur. Jika gejala tersebut sering dialami, ada baiknya untuk membuat catatan pola tidur selama beberapa minggu. Dengan demikian, dapat diketahui penyebab utama sleep paralysis yang dialami. Jika karena terlalu lelah, dianjurkan untuk memperbanyak istirahat. Di samping itu juga disarankan untuk tidur yang cukup dan teratur, mengurangi stres, dan olahraga yang teratur. Selain itu, kondisi ruangan tidur juga patut diperhatikan, apakah pertukaran udara ruangan dengan luar ruangan telah baik karena ruangan yang sesak juga tidak baik untuk pernapasan ketika tidur.

Diolah dari: kompas.com, senior

Monday, August 2, 2010

Ciri-ciri Orang Labil

Belum dapat dikatakan labil seseorang jikalau belum:
1. begitu membenci bayangan sendiri
2. berusaha menemukan mesin waktu
3. berdoa agar mati muda

***
sumpah! ini bukan curhat colongan.

Saturday, July 31, 2010

Ini Budi. Ini Budi Lagi.

Ternyata, sesuatu yang kita anggap mudah dan remeh itu bisa jadi masalah yang menyulitkan kalau tidak dilakukan sungguh-sungguh. Contohnya adalah KTTA saya. Sejak pembuatan outline, rasanya tidak ada passion untuk mengerjakan karya yang seharusnya menjadi adikarya saya sebagai mahasiswa D3 STAN. Alhasil, saya mengerjakannya setengah hati, dan setengah hati itulah yang ternyata membawa beberapa kesulitan.

1. Kebiasaan buruk saya menunda-nunda pekerjaan yang memaksa harus begadang pada malam sebelum deadline outline. Ketika yang 9 orang lain hanya mengajukan draft outline sekali, kemudian revisi (juga sekali), dan ditandatangani oleh dosen pembimbing kami, saya harus melakukan revisi dua kali.

2. Buat orang yang langsung membuat surat survei saja mengalami keterlambatan menerima surat survei, apalagi saya yang menunda-nunda membuat surat survei tanpa alasan. Sebenarnya keterlambatan surat survei saya tidak separah beberapa orang lain --beberapa teman saya terpaksa mengganti judul KTTA karena surat survei yang tak kunjung turun--, tapi surat survei saya baru keluar ketika pegawai Setjen Depdiknas yang jadi objek survei saya harus dinas keluar kota seminggu, dan seminggu setelahnya saya harus menghadapi UTS. Padahal tenggat pengumpulan sudah terhitung dalam waktu mingguan.

3. Saya memaksakan untuk mencari data di pagi hari sebelum UTS KSPK (semestinya). Siangnya, terburu-buru saya dari Senayan menuju Bintaro, agar tidak telat ujian. Sialnya, usaha saya yang mempercepat survei ternyata sia-sia karena begitu tiba di parkiran kampus ada berita bahwa ujian hari itu dibatalkan. Helm saya pun ikutan apes, jatuh ketika saya parkir sehingga kacanya tidak dapat dibuka tutup dengan normal hingga saat ini.

4. Dosen pembimbing (dosbing), Pak Budi Mulyana, saya mengambil cuti ketika waktu pengumpulan kurang dari 1 minggu, sedangkan saya belum sama sekali memperlihatkan draft ke beliau. Alhasil, saya mesti mengurus surat permohoan keterlambatan pengumpulan KTTA.

5. Surat keterlambatan tersebut ternyata harus ditandatangani dosbing, padahal dosbing saya baru masuk 2 hari setelah batas waktu surat keterlambatan tersebut diajukan. Surat keterlambatan saya pun terlambat diajukan. Untungnya, Pak Budi Setiawan yang berwenag atas izin tersebut adalah orang yang pengertian nan baik hati. Meskipun penuh kesabaran menemuinya --dua kali saya mesti menunggu lebih dari 2 jam--, proses izin tersebut sangat mudah. Saya menunggu 3 jam, untuk bicara dengan beliau kurang dari 300 detik.

6. Routing slip, yang katanya berguna untuk yudisium nanti, milik saya hilang. Saya harus minta lagi ke sekretariat, dan mendapatkannya setelah bapak sekre itu mencari-cari di tumpukan-tumpukan kertas. "Kayanya udah abis, mas", katanya beberapa saat sebelum menemukan di tumpukan ketiga.

7. Karena terlambat mengumpulkan, saya mendapat waktu luang untuk menyempurnakan KTTA (walaupun sia-sia sepertinya). Saya survei lagi ke Kemdiknas, dan pulangnya hampir saja saya ditilang karena mau memutar lewat jalur khusus bus keluar terminal karena mencari SPBU yang ternyata sudah dibongkar karena berada di jalur hijau. (Maaf saya kewalahan menulis kalimat efektif)

8. Ketika harus menyerahkan draft, saya kehabisan kertas untuk mencetak. Waktu kurang dari setengah jam, padahal jarak dari rumah saya ke kampus untuk menemui dosen normalnya 45 menit, dan saya harus membeli kertas dulu lalu mencetak draft tersebut. Untung dosbing saya tidak berkomentar apa-apa atas keterlambatan saya yang hampir 1 jam itu.

9. Waktu harus menyerahkan hasil revisi untuk ditandatangani dosbing, kunci motor saya hilang (keselip) dan baru ditemukan setelah grusak-grusuk setengah jam lebih. Dan saya telat lagi.

10. KTTA saya sudah diperiksa dosen penilai (dosnil) dan sudah direvisi. Namun kali ini bukan kertas yang habis, melainkan tinta printernya. Saya akhirnya ke kontrakan, meminjam printer Agus. Harusnya KTTA saya diserahkan pagi, tapi saya baru menemui dosnil sorenya karena ketika siang saya temui, beliau terburu-buru untuk rapat. Itu pun saya salah membawa KTTA yang telah dikoreksi. "Temui saya besok pagi saja", begitu kata dosnil saya dengan bijaknya.

11. Besoknya saya menemui dosnil, dan ternyata harus mencetak ulang lembar penilaian yang mestinya beliau tanda tangani. Kata beliau mestinya bulannya Juli, bukan Juni.

12.Saya menunda meng-hard cover-kan KTTA saya beberapa hari karena mencari-cari lembaran penilaian yang ternyata masuk ke dalam lemari meja belajar saya, padahal saya kira ada di kontrakan.

***
Jauh maksud saya untuk mengeluh dalam poin-poin di atas. Saya hanya mau berbagi. Siapa tahu ada yang sudi menjadikannya pelajaran: segala sesuatu harus dikerjakan sepenuh hati.

sayangnya separuh hati saya masih tertinggal padanya

Monday, July 5, 2010

Memilih adalah Mengambil Pilihan di antara Pilihan-pilihan yang Ada

Saya rasa memang tidak ada salahnya jika orang berkata: hidup itu pilihan. Nyatanya memang dalam menjalani kehidupan, kita sering dihadapi pilihan. Malah di pikiran saya saat ini terlalu banyak pilihan. Setelah mengambil suatu pilihan, ternyata pilihan itu menawarkan pilihan-pilihan lain yang tentunya harus dipilih--buat saya, tidak memilih itu juga berarti memilih--.

Saya beri contoh dalam beragama. Awalnya kita dihadapkan pilihan: percaya Tuhan atau tidak. Ketika memilih percaya, kita dihadapkan pada beragama atau tidak. Pilihan beragama itu menawarkan lagi: Islam, Katolik, Yahudi, dan lain-lain. Setelah memliih Islam, kembali lagi dihadapkan pada pilihan-pilihan lainnya (tanpa bermaksud mengkotak-kotakan). Meskipun kenyataannya, kebanyakan dari kita dalam beragama tidak merasa dalam pilihan. Toh, hampir kebanyakan kita 'dipilihkan' sejak lahir.

Awalnya saya berpendapat bahwa yang penting itu bukanlah ketika kita dihadapkan pilihan dan harus memilih, tapi yang utama adalah bagaimana kita meyakini apa yang telah kita pilih, memperkuatnya, dan menjalankan konsekuensi atas pilihan tersebut. Mungkin bisa dibilang ini salah satu usaha saya dalam mengkonstruksi pikiran sebagai seseorang yang tidak suka menyesal. Namun sepertinya saya mesti mengoreksi pendapat saya. Ternyata, memang semestinya kita tahu pilihan-pilihan yang akan dipilih. Akan lebih baik lagi kita mengetahuinya dengan penuh, termasuk kemungkinan konsekuensi dari pilihan tersebut.

Alasan saya berpikir demikian karena belakangan ini saya sering dilanda keraguan atas pilihan-pilihan yang telah saya lakukan --saya tidak sedang bicara masalah agama--. Nyatanya, saya merasa bahwa saya mesti yakin seyakin-yakinnya pilihan yang saya akan pilih itu adalah yang benar. Mencari tahu lebih banyak dan dengan bersikap adil pada tiap-tiap pilihan seolah-olah menjadi hal yang wajib bagi saya. Namun (lagi), sayangnya, semakin banyak yang saya tahu, semakin besar bimbang yang berkembang. Padahal ada hal-hal dimana tidak ada pilihan untuk "tidak memilih".

Pada akhirnya saya kembali pada pembenaran-pembenaran yang telah saya sebutkan dan menambahkan satu pembenaran lagi: bahwa sebenarnya kita memang 'dicondongkan' pada suatu pilihan karena itu yang harus kita pilih, jalankan, dan pelajari, sehingga kita tahu mana yang benar, mana yang salah.

Tuesday, June 15, 2010

Kiasan

dan bayangan itu kembali mengungkap yang lalu
diam tak bernyawa, bercerita di dalam sepi
*

Saya pernah merasa bahwa kangen itu hal yang indah. Ada dorongan yang membentuk kesimpulan: kalau nanti bertemu, pasti akan lebih menyenangkan. Saya pikir, memang bertemu dengan orang yang sedang dinanti, apalagi jarang bertemu, pasti beda rasanya.

Buat saya yang berpikiran sederhana ini, ketika kangen itu tiba, ya, coba temui saja orangnya, atau kalaupun jauh dan tidak mungkin bertemu langsung, setidaknya hubungi lewat media apapun, toh, fasilitasnya pun sudah lebih dari memadai. Ketika itu pula, rasa kangennya akan sembuh, atau setidaknya berkurang. Begitu sederhananya.

Tapi, bagaimana kalau jangankan bertemu langsung, secara tidak langsung pun rasanya tidak mungkin? Setidaknya ada dua alternatif: coba buka dokumentasi yang ada atau lupakan seketika. Bagi saya yang menyukai sejarah, melupakan masa lalu adalah perbuatan tercela, sedangkan mencoba membolak-balik kenangan malah memperbesar keinginan untuk bertemu.

Sebenarnya ada cara lain, seperti yang cerita Tika kepada Mba Nita (dua-duanya saudara kandung saya), "Mba, semalem Tika mimpi, lagi tidur ada yang ngetok-ngetok jendela. Pas Tika buka, ada Bapak, pake baju biru yang biasa dipake buat jemput Tika sekolah. Terus Bapak dadah sambil senyum. Tika seneng banget deh bisa ketemu Bapak."

di kiasan kita bertemu dan berjalan di kertasku*

*Monkey to Millionaire - Kiasan

Wednesday, May 26, 2010

Teracuni Berkali-kali

Lirik lagu apa ini?

You're such a beautiful writer
that's not all you are
I'm sorry about making a pass
It was subtle but I think that you grasped
The meaning intended
I can be a friend to you
I won't pretend
I'm not interested in breaking your heart
It's not love no it's nothing like that
I'll leave that to lookers like him
Oh he's such a delicate thing
Now it's such a fragile thing that we have

I should be suspended from class
I don't know my elbow from my arse
I should be suspended from class

We could go out dancing
But, in truth, it is the last thing that I have on my mind
Please say if I'm way out of line
I won't need telling twice
Now he wants to kiss
He says he can't resist
You're going to have to keep it hidden inside
I've a feeling that pigs might fly, might fly
I should be suspended from class
I don't know my elbow from my arse
I should be suspended from class



Penasaran?

Lagu ini, sungguh, meracun sekali, bukan, berkali-kali di telinga saya. Meskipun headset sudah dilepas, rasanya masih saja berputar di otak saya (maaf jika berlebihan). Padahal maksud liriknya saja tidak saya mengerti. Meminjam istilah (mantan) teman kuliah saya: lagunya beracun.


***

sc (sekalian curhat):
Sebenarnya post kali ini hanya untuk memancing motivasi, atau dalam istilah kuliner disebut appetizer, untuk sebuah tulisan yang paling bersejarah dalam kemahasiswaan seorang Arief Kurniawan: 


TINJAUAN ATAS PENERAPAN STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAH 
PADA LAPORAN KEUANGAN SEKRETARIAT JENDERAL 
KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL 
TAHUN 2009


Jujur saja, saya panik.

Thursday, May 20, 2010

Tersembunyikan Sesuatu

Halaman-halaman yang tersembunyi seringkali jadi suatu yang berarti
Kemudian, bersembunyi menjelma waktu yang dinanti

Sungguhpun,
Aku hanya ingin bercerita
Tanpa bahasa
Tanpa suara











http://www.sileah.com/2008/06/29/mudik-klaten-lagi/

Now Read

karena setiap lembarnya mengalir berjuta cahaya
karena setiap aksara membuka jendela dunia*

***

Kalau dipikir-pikir, ternyata dibandingkan saat masih kecil, saya yang sekarang ini kurang sekali membaca. Kalau dulu ketika baru bisa membaca, saya selalu bersemangat membaca apapun: majalah BOBO, koran, maupun billboard pinggir jalan (saya suka membacanya keras-keras), tapi --mungkin karena merasa semakin lihai membaca sehingga merasa tak perlu latihan membaca lagi-- makin besar saya mengalami penurunan minat baca.

Sekitar enam bulan lalu saya sebenarnya sudah menyusun rencana menyisihkan uang tiap bulannya untuk membeli buku. Tapi seperti rencana-rencana saya lainnya, rencana ini putus di tengah jalan ketika hanya berjalan dua bulan. Hingga akhirnya sekitar sebulan lalu, saya merasa dorongan untuk (lebih banyak) membaca lagi semakin besar.

Dorongan yang pertama yaitu saat saya mengikuti seminar dan workshop tentang pers kampus yang diadakan Change Magazine (Yayasan Jurnal Perempuan), dalam salah satu sesi, pengisi materinya bertanya: kalau tentara, kan, senjatanya pistol, apa senjata utama dari penulis? Yang ditanya ada yang menjawab pulpen, alat tulis, catatan, otak, pikiran. Ternyata bukan itu jawabannya. Kata si pembicara: senjata utama seorang penulis adalah membaca. Semakin banyak membaca, seseorang akan semakin baik dalam menulis.

Yang kedua adalah novel pinjaman dari teman saya. Judul bukunya Ziarah, penulisnya yaitu Iwan Simatupang. Isi buku itu sebenarnya sudah sering saya baca di soal-soal Bahasa Indonesia, tapi saya tidak pernah tahu bukunya sama sekali. Ternyata banyak sekali buku-buku bagus (terutama yang lama) yang masuk dalam kategori must-read belum saya baca. Buku yang ada di kolom sebelah ini (Bumi Manusia) termasuk salah satunya. Bumi Manusia ini juga saya dapat dari pinjaman teman lainnya.

Dorongan yang ketiga adalah beberapa hari lalu secara tidak sengaja saya membaca status sesorang di facebook yang merupakan quote dari Charles "tremendeous" Jones: Hari ini Anda adalah orang yang sama dengan Anda di lima tahun mendatang, kecuali dua hal: orang-orang di sekeliling Anda dan buku-buku yang Anda baca.

Ada lagi dorongan-dorongan lainnya seperti rekomendasi untuk membaca Risalah Pergerakan --sepertinya saya memang harus membacanya--, dan beberapa buku yang "sudah siap" dipinjam. Selain itu, saya juga perlu membaca lebih banyak dan lebih beragam lagi supaya --seperti kata Moli-- menguasai perspektif, bukan sebaliknya.

Semestinya memang membaca itu suatu kebutuhan bagi setiap orang, apalagi bagi kaum terpelajar seperti mahasiswa. Tapi memang sulit untuk menyadari bahwa membaca itu adalah kebutuhan, yang lebih penting daripada nonton Opera van Java ataupun twitter-an.


***

Bicara soal rencana, saya berencana gambar sampul buku di kolom "Now Read" di samping berganti tiap minggunya --itulah kenapa saya menambahkan kolom tersebut di halaman blog ini--. Tapi untuk membeli buku tiap bulan, saya rasa masih banyak orang-orang dermawan yang mau berbagi-pinjam buku-bukunya.

*Efek Rumah Kaca - Jangan Bakar Buku

Friday, April 23, 2010

Adalah Sebuah Satire Berbentuk Film

Adalah menertawakan diri sendiri, yang coba ditawarkan dalam film ini. Film yang rilis pada 15 April lalu begitu sarat dengan sindiran yang dibalut guyonan khas Dedi Mizwar dalam film-filmnya, sesuai dengan genre film yang ditulis di resensi 21cineplex.com: comedy satire. Alangkah Lucunya (Negeri Ini) mencoba mengangkat kebiasaan buruk yang sering dilakukan masyarakat kita seperti suap dan nepotisme sekaligus menyentil pemerintah (film ini ditutup dengan sebuah tulisan besar pasal 34 UUD 1945).

Adalah Muluk (Reza Rahadian), seorang sarjana manajemen, yang menjadi tokoh sentral dalam film ini. Hampir-hampir berternak cacing karena selalu ditolak lamaran pekerjaannya, ia akhirnya menggunakan ilmunya sebagai pengembang sumber daya manusia, khususnya pencopet. Dengan mengajak temannya, Samsul (Asrul Dahlan), sarjana pendidikan yang kerjaannya hanya main gaplek karena tidak punya koneksi dan uang untuk mendapat pekerjaan, dan Pipit (Ratu Tika Bravani), sarjana muda pengagguran yang keranjingan kuis di televisi, Muluk mencoba memberikan pendidikan kepada para pencopet muda itu dengan tujuan mereka tidak lagi mencopet dan mendapatkan penghidupan yang layak. Sayangnya, mereka dihadapkan dilema: pendapatan yang mereka peroleh dari mendidik pencopet-pencopet itu hasil copetan, bukanlah uang yang didapatkan dari kerja yang halal, padahal mereka butuh penghasilan. Hal ini yang menjadikan bapak-bapak mereka, Pak Makbul (Dedi Mizwar) dan Haji Rahmat (Slamet Rahardjo), begitu kecewa.

Adalah momen tersebut, ketika kedua bapak itu menangis mendapati anaknya memperoleh rezeki yang tidak halal, scene yang membuat dada bergemuruh. Momen menyentuh lainnya yaitu ketika pencopet-pencopet itu mengumandangkan Indonesia Raya, plus ‘Amin’ setelah “Hiduplah Indonesia Raya”. Konflik yang disuguhkan dalam film relatif sama seperti film-film Dedi Mizwar sebelumnya dalam segi bobot, yakni bukan konflik berlebihan dan cenderung dibuat ringan, namun penuh dengan siratan pesan.

Adalah sebuah perdebatan tentang pendidikan: penting atau tidak penting, yang menjadi isu utama film yang disutradarai Dedi Mizwar ini. Film ini sendiri menyodorkan beberapa pesan yang dapat digunakan penontonnya menarik kesimpulan sendiri:
  1. Seorang pencopet butuh pendidikan agar dapat membaca sehingga tidak bersembunyi ke kantor polisi jika dikejar massa
  2. Seorang politikus perlu pendidikan supaya dapat mengoptimalkan notebook seharga lima belas juta rupiahnya dengan tidak hanya menjadikan notebook itu akuarium.
  3. Seorang pencopet yang berpendidikan tidak dikatakan pencopet, tetapi koruptor, yang tentunya hasilnya lebih banyak dan lebih aman.
  4. Seperti kata Muluk kepada Samsul, “kalo lo nggak berpendidikan, lo nggak bakal tau kalo pendidikan itu nggak penting. Makanya pendidikan itu penting.”

Adalah tujuh puluh persen dari pencopet-pencopet tersebut merupakan anak jalanan sungguhan. Mereka dilatih selama dua bulan dan ternyata hasilnya memuaskan. “Hal ini menandakan bahwa mereka hanya butuh kesempatan,” kata Dedi Mizwar di Apa Kabar Indonesia, pagi 15 April lalu.

Adalah Ribut (Sakurta Ginting) alasan saya menulis resensi dengan cara sedemikian berantakan ini.

Thursday, April 22, 2010

Rp665.000,00

M. Soleh, itu yang terbaca di bordiran hitam bagian dada kanan seragam cokelat susunya oleh saya dari depan kaca bening loket meja pelayanan pajak mobil. Kemudian dia bertanya, “Kok dateng jam segini? Mestinya siang tadi. Kerja dulu, ya?” “Kuliah, Pak,” jawab saya. “Oo, dimana?” tanyanya lagi. “STAN, Pak. Bintaro,” jawab saya lagi dengan sedikit menyesal dalam hati kenapa tidak bilang ‘ya’ saja. “Wah, bakalan jadi pegawai pajak, dong,” sahut beliau. “Saya bukan pajak, Pak,” balas saya pelan –mungkin ia tidak mendengarnya--. Saya kira ia akan menyebut Gayus.

Samsat Cinere, sekitar pukul setengah tiga, begitu sepi. Tinggal saya yang sedang mengurus balik nama BPKB dan perpanjangan STNK Si Biru (motor saya), beberapa pegawai Dispenda dan Polantas (termasuk Pak Soleh) yang memang berkantor di sana, dan siswi-siswi SMK yang (mungkin) sedang magang. “Ini sekitar enam ratus lima puluhan, lah,” kata polisi di samping Pak Soleh setelah memeriksa STNK yang saya berikan. “Itu udah semua, Pak? Sama pajaknya?” tanya saya. “Iya, sama ongkos kurirnya juga,” jawabnya. “Yaudah deh, Pak. Di sini aja,” kata saya. Daripada jauh-jauh ke Samsat Depok II, lebih mudah bagi saya menyepakati tawaran jasa ‘kurir’ dari bapak-bapak ini. Kemudian rekan Pak Soleh ini memanggil seseorang yang kebetulan lewat di depannya, “Cek fisik, nih,” katanya seraya menunjuk saya dan menyodorkan selembar lima puluh ribuan kepada orang yang dipanggil itu dengan tergesa berkata, “bilang aja Pak Soleh.”
Selesai cek fisik, saya diminta memfotokopi beberapa berkas. Tempat fotokopinya ada di lantai bawah Samsat, ‘fasilitas’ yang memadai dan cukup membantu buat saya karena si tukang fotokopi sudah tahu apa yang dilakukan dengan hanya saya menyerahkan berkas-berkas itu. Di tempat fotokopi saya berpapasan dengan seorang bapak berumur sekitar lima puluhan. Bapak itu didatangi seorang yang berseragam sama dengan pemeriksa cek fisik motor saya yang menyerahkan beberapa lembar surat dan menerima selembar dua puluh ribuan dari si bapak. Setelah orang berseragam itu pergi, bapak itu bertanya kepada tukang fotokopi, “segitu cukup kan?” “Cukup, Pak,” jawab si tukang fotokopi yakin. Jawaban itu mendorong saya ikutan bertanya setelah bapak lima puluh tahunan itu pergi, “Pak, kalo balik nama begini emang ‘mestinya’ kena berapa?” “Ya, paling nggak jauh, dek. Sekitar segitu juga. Ngurusnya ribet. Yang ini buat Pemda, yang ini buat Polisi, buat arsip, terus yang ini buat jalan adek. Udah gitu ngurus cap-nya mesti ke Jakarta soalnya platnya B. Mesti ke Polda,” terangnya sambil menunjukkan berkas-berkas yang sudah dibuat rangkap empat. “Delapan ribu aja, dek,” lanjutnya yang menandakan transaksi kami hampir selesai.

Ada dua kutub dalam masalah birokrasi: yang pertama adalah pembuat kebijakan yang berpegang pada prinsip kalau bisa dibuat susah, kenapa jadi mudah?; dan di kutub sebaliknya adalah masyarakat sebagai ‘korban’ birokrasi dengan karakter khas Indonesia mau gampangnya saja. Inilah sebuah kondisi yang sangat baik bagi para pelaksana birokrasi, termasuk Polisi dan PNS, sebagai pihak yang dapat ‘menjembatani’ keduanya dengan segala kesempatan yang tercipta.

“Udah semester berapa, dek?” tanya Pak Soleh seraya mengurus berkas-berkas yang saya berikan setelah dari tempat fotokopi. “Enam, Pak. Terakhir,” jawab saya. “Wah, udah mau lulus dong. Asal jangan kaya Gayus aja. Cari uang yang aman-aman aja,” katanya lagi. “Insya Alloh, Pak,” balas saya sambil mengambil sebuah kesimpulan dalam pikiran bahwa untuk saat ini bicara tentang kampus saya tanpa menyebut Gayus seperti sayur tanpa garam.
“Keponakan saya kemarin ikut ujian masuk STAN, tapi nggak lulus. Akhirnya diterima di Akademi Imigrasi. Orang-orang pada bayar sampai seratus, seratus lima puluh, untung keponakan saya IQ lumayan, jadi nggak gede-gede banget bayarnya,” cerita Pak Soleh lagi yang sedang menunggu rekannya mengurus berkas-berkas. Tadinya saya mau bilang kalau di kampus saya sepertinya tidak ada bayar-bayaran seperti itu, tapi Pak Soleh kembali bertanya, “Emang bapaknya kerja dimana?” “Depdiknas, Pak. Tapi sekarang udah nggak ada,” jawab saya sekaligus membatalkan mengatakan isi pikiran saya barusan.
“Dek, pas beli motor kalau bisa minta kuitansinya, atau kertas ditempel meterai. Itu penting buat ngurus balik nama begini. Beli apapun juga begitu kalau bisa,” nasihat Pak Soleh. “Wah, udah lama sih, Pak, belinya. Bapak saya yang beli waktu itu,” elak saya, dan sepertinya tidak diperhatikan oleh Pak Soleh.

Saya berpapasan dengan rekan Pak Soleh, yang sepertinya akan pulang ketika memasuki kembali ruang utama Samsat Cinere yang semakin sepi. Tergopoh-gopoh sambil membawa tas jinjing warna-warni, polisi itu kembali ke tempat duduknya setelah saya berikan materai nominal enam ribu yang baru saya beli seharga tujuh ribu rupiah. “Paraf saja, disini. Nggak bisa kalau saya yang paraf,” kata polisi itu kepada saya sambil menyodorkan kertas kosong yang sudah ditempel materai. “Yak, kalau begitu nanti Senin sore atau Selasa pagi saya telepon,” ucap polisi rekan Pak Soleh itu sambil mengajak saya salaman dan memberikan brosur mobil Suzuki.

Sunday, April 4, 2010

Ribuan Nyala Lilin dan Cahaya Bulan

perlahan sangat pelan hingga terang kan menjelang ...*



bulan,

apa yang menjadi pertanda
rutinnya kedatangan padahal
kenyataan tanggal
dua puluh delapan?

sedangkan kita masih
berbantahan
tentang semunya bulan
benderang
atau kejujuran dari ribuan lilin
yang remang

lalu kau berkata
pada siang aku tiada
takut terang

pada bulan kutantang
ketakutan sekalipun
melumpuhkan

pada malam aku
tak lagi temaram
pun kelam

... cause the dimness means you’re giving up**






* Cahaya Bulan - Eros ft. Okta (ost. Gie)
** Thousand Candles Lighted - Endah and Rhesa

Thursday, April 1, 2010

This is not a Love Story


The boy, Tom Hanson of Margate, New Jersey, grew up believing that he'd never truly be happy until the day he met "the one."
This belief stemmed from early exposure to sad British pop music and a total misreading of the movie 'The Graduate'.

The girl, Summer Finn of Chennicok, Michigan, did not share this belief. Since the disintegration of her parents' marriage, she'd only loved two things:
The first was her long, dark hair.
The second was how easily she could cut it off, and feel nothing.

Tom meets Summer on January eighth.
He knows, almost immediately, she is who he's been searching for.

This is a story of boy meets girl, but you should know upfront...
This is not a love story.


***

Teks di atas adalah prolog dari film yang beberapa hari lalu saya tonton: 500 Days of Summer.
Karena tidak berada dalam kondisi yang bagus untuk bercerita, saya tidak akan membuat resensi, tapi hanya menuliskan beberapa fakta acak yang berkaitan dengan film ini:

1. Film ini saya dapat dari Wisnu Kusuma Haryadi, salah satu babi, awalnya menyarankan saya untuk tidak menonton film ini.

2. Menonton film ini membutuhkan konsentrasi dan daya ingat ekstra karena alurnya yang maju mundur. Saya beberapa kali mengulang beberapa adegan untuk melihat hari ke berapa adegan tersebut.

3. Arian Dwi Purwanto, juga salah satu babi, mengaku film ini mirip dengan apa yang dialaminya. Saya sendiri merasa tidak dengan saya, meskipun bukan "sama sekali".

4. Salah satu faktor kenapa saya menyukai film ini karena soundtracknya. Saya langsung mencari dan mendownloadnya dari indowebster, dan memang tidak mengecewakan.

6. Sweet Disposition, salah satu soundtrack film ini, dibawakan oleh The Temper Trap, band asal Melbourne, Australia, yang vokalisnya adalah orang Indonesia.

5. Ada satu kalimat yang diucapkan Summer kepada Tom yang membuat saya tercenung; "I was never sure about you."

6. Sebagian besar orang pasti salah duga di-scene awal ketika Summer dan Tom duduk berdua di bangku taman.

7. Saat iseng-iseng buka Kaskus, saya mendapatkan komik singkat film ini. http://www.kaskus.us/showthread.php?t=3677397





***

Musim panas telah usai, saatnya musim gugur (sayang, di Indonesia cuma ada kemarau dan penghujan).

Sunday, March 21, 2010

Salah Kaprah

Kadang, hal yang kita percaya kebenarannya dalam jangka waktu yang lama bisa patah begitu saja karena kenyataan yang baru dialami. Hari-hari belakangan ini saya menemukan beberapa fakta yang menunjukkan kepada saya bahwa saya selama ini salah kaprah dalam beberapa hal.

1. Sebelumnya saya menganggap sleep paralysis yang sering saya alami dikarenakan saya tidur di tempat yang gelap dan posisi tidur yang salah. Saya merasa demikian karena saya selalu merasa sulit untuk bangun padahal merasa sadar (gejala sleep paralysis) ketika tidur sesudah subuh di bulan puasa dengan mematikan lampu kamar dan menghadap ke tembok. Namun belakangan ini saya mengalami gejala tersebut, padahal saya tidur dengan waktu, kondisi, dan posisi yang berbeda. Setelah melakukan beberapa riset, kesimpulan yang saya dapat adalah gejala sleep paralysis akan saya sering alami jika waktu tidur saya berkurang banyak dalam tempo yang lama.

2. Selama ini saya merasa saya alergi makanan laut dan perilaku saya yang suka pilih-pilih makanan merupakan perilaku yang harus saya ubah. Ternyata, setelah makan belalang, saya tidak hanya alergi makanan laut, dan kenapa saya begitu pilih-pilih makanan adalah karena badan saya begitu responsif terhadap makanan yang saya makan --badan saya langsung gatal-gatal dalam hitungan menit setelah saya makan belalang--. Jadi saya tidak merasa perlu mengubah perilaku pilih-pilih makanan yang saya miliki.


3. Sebelumnya saya beranggapan kerokan merupakan kebiasaan buruk yang sering ibu saya lakukan. Namun kemarin berkat kerokan ibu saya pada pukul 3 dini hari, saya terselamatkan dari linu di seluruh sendi tangan kiri dan kanan.

4. Selama ini saya beranggapan bahwa kematian merupakan hal yang menakutkan. Namun, ternyata kematian adalah hal yang menyedihkan.

5. Saya merasa tidak akan dapat melepaskan diri dari bayang-bayang dan harapan tentangnya, dan saya berharap saya salah kaprah.
*****

Mungkin bagi yang sudah membaca mengapaterlaluserius.blogspot.com atau shintiya.avesena.net merasa ini sama saja dengan postingan mereka. Tapi, saya berani berkata: jangankan meniru, terinspirasi saja tidak. Hanya saja mereka bergerak lebih cepat dari saya.

Thursday, March 18, 2010

Media dan Kuasa

Four hostile newspapers are more to be feared than a thousand bayonets

Empat surat kabar musuh lebih ditakutkan daripada seribu bayonet. Ucapan Napoleon Bonaparte, seorang kaisar Perancis yang hampir menguasai seluruh daratan Eropa, membuktikan media massa memang memiliki pengaruh yang besar sejak dahulu. Pengaruh yang besar ini pun disadari oleh rezim-rezim otoriter semacam Musolini, Hitler, atau Pol Pot untuk mempropagandakan pahamnya. Demikian pula yang terjdi di negara ini, meskipun tidak secara eksplisit, keberadaan media massa di Indonesia dibatasi kebebasaannya untuk kepentingan pemerintah hingga era reformasi. Usaha pemerintah untuk menjinakkan media terlihat sejak zaman Belanda melalui RR 1856, kemudian orde lama lewat Peraturan Peperti No. 10 tahun 1960, hingga orde melalui Departemen Penerangan dengan instrumen yang terkenal sebagai SIUPP (Surat Izin Usaha Penerbitan Pers). Pembatasan ini menjadikan pengaruh yang dimiliki media secara tidak langsung diorientasikan sebagai partisan pemerintah.

Pada saat ini, ketika pers mendapat kebebasan yang dilindungi oleh hukum , pengaruh media massa menjadi semakin meningkat. Bahkan media massa lebih dipercaya dari pemerintah. Isu-isu tentang kesalahan atau kegagalan pemerintah cepat beredar di masyarakat. Sementara itu pemerintah tak dapat mengelak dari tekanan dari masyarakat, terutama media. Apa yang menyebabkan media massa memiliki pengaruh yang sedemikian kuat? Redi Panuju, dalam bukunya yang berjudul Relasi Kuasa, menyebutkan empat faktor yang menjadikan media massa begitu berpengaruh:
1.       Media menciptakan kesan (image)
2.       Media massa mampu memberikan liputan apa yang terjadi menjadi lebih nyata
3.       Media massa merepresentasikan pandangan-pandangan yang dipakai masyarakat
4.       Media diyakini sejak lama menjadi semacam kanal yang berfungsi mengalirkan emosi dan kecenderungan distruktif psikologis lainnya yang menjadi gejala internal (individu) yang wajar (normal)

Tidak dapat disangkal, di era informatika ini, urgensi akan media semakin meningkat sebab setiap orang membutuhkan informasi yang cepat dan tepat demi menjamin aktualisasi dirinya masing-masing. Dalam hal ini, adalah peranan media massa untuk menyediakan informasi bagi khalayak. Sejak era reformasi, euforia kebebasan yang didengungkan menjadikan media massa berkembang begitu pesat. Secara kuantitatif, berdasarkan data yang diperoleh dari antara.co.id,  dapat dilihat pada setahun pascareformasi jumlah media cetak melonjak menjadi 1.687 penerbitan atau bertambah enam kali lipat padahal selama 32 tahun era Orde Baru hanya berdiri 289 media cetak, enam stasiun televisi dan 740 radio. Jumlah media cetak  pada 2008 telah berkurang dan tercatat sebanyak 830, sedangkan jumlah televisi meningkat menjadi  60, radio berizin 2.000, dan 10 ribu radio gelap. Sementara itu, jumlah wartawan saat ini mencapai 40 ribu orang. Tak ayal, media massa menjadi begitu mendominasi dalam kehidupan bermasyarakat.
Jenis Media
Tahun 1997
Tahun 1999
Surat kabar
79 perusahaan
299 perusahaan
Tabloid
88 perusahaan
866 perusahaan
Majalah
141 perusahaan
491 perusahaan
Buletin
8 perusahaan
11 perusahaan

Degradasi dalam Dominasi

Meskipun jumlah media massa meningkat demikian drastis, ternyata, berdasarkan hasil riset yang dilakukan di seluruh dunia, tingkat kepercayaan masyarakat atas fakta yang disampaikan oleh media massa ternyata menurun. Misalnya pada survey Trust Barometer 2009 yang  didasarkan pada wawancara dengan 4.475 orang di 20 negara, menemukan bahwa hanya 28 persen dari Inggris percaya publik media pada umumnya. H.  Ansyari Thayib, mantan Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Jatim, dalam ceramahnya di tahun 2001 menyatakan pernah meniliti bahwa lebih dari lima puluh persen responden yang menyatakan tidak percaya terhadap realitas faktual yang disampaikan media. Sehingga ungkapan yang mengatakan “makin cerdas wartawan, makin cerdas masyarakatnya; makin bodoh wartawan, makin bodoh pula masyarakatnya” berganti bunyi menjadi “makin cerdas wartawan, makin cerdas masyarakatnya; makin bodoh wartawan, makin tidak percaya masyarakatnya”. Sementara itu, dari 200 lembar kuisioner yang telah disebarkan, 62% responden yang berasal dari mahasiswa STAN menyatakan percaya tehadap media massa secara umum. Selain itu, lebih dari setengah responden menyatakan cukup terpengaruh terhadap pemberitaan media massa meskipun  46% menyatakan media massa kurang independen.
Konsep media sebagai pilar demokrasi keempat, setelah eksekutif, legislatif, dan yudikatif, kini juga makin kurang populer.

Faktor utama yang menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap media yang paling utama yakni media massa saat ini cenderung berkembang ke arah bisnis daripada pengabdian kepada masyarakat yang seharusnya menjadi idealisme seorang wartawan. Berdasarkan kategori iklan dan kualitas media, Dewan Pers mencatat hanya sekitar 30 persen dari 1008 media massa yang sehat secara bisnis. Akibatnya, demi keberlangsungan usahanya secara ekonomi, media massa kini cenderung dikuasai oleh pemilik modal, termasuk para politikus, yang menggunakan media demi keuntungan komersial maupun menunjang kekuatan politik daripada memeberikan pencerdasan dan pencerahan kepada masyarakat.

Dari fakta yang ada, bullet theory, yang menyatakan media menyajikan stimuli perkasa yang secara seragam diperhatikan oleh massa, memang sudah tidak relevan lagi mengingat kepercayaan masyarakat terhadap media yang makin menipis. Tetapi dalam teori komunikasi massa juga dikenal teori agenda setting. Media memang tidak dapat mempengaruhi secara langsung masyarakat, tapi dapat mempengaruhi masyarakat mengenai isu mana yang patut dibahas. Apa yang diberitakan media saat ini selalu menjadi isu yang kerap dibahas. Meskipun tidak membentuk opini publik secara utuh, pengaruh ini mengarahkan masyarakat untuk menilai urgensi suatu isu untuk diselesaikan, sehingga secara langsung maupun tidak langsung akan mempengaruhi kebijakan yang akan diambil oleh pemerintah, juga masyarakat. Dengan pengaruh seperti ini, para penguasa media dapat saja mengalihkan isu yang merugikan dirinya jika dibahas ke isu lain yang tidak ada kaitannya. Namun tidak sepenuhnya stimulus yang diberikan media, terutama di Indonesia, berimplikasi negatif terhadap masyarakat. Misalnya saja pada kasus Bilqis, media massa memiliki andil serta dalam mengarahkan perhatian massa di tengah suasana politik negeri ini yang sedang panas untuk menunjukan simpati terhadap sesama.