Wednesday, June 24, 2009

Leba(i)y, dalam Klasifikasi

Pernah mendengar atau membaca kisah Si Lebai Malang? Kisah seorang laki-laki tua yang dipercaya menjadi seorang lebai di suatu desa. Pada suatu ketika ia mendapat dua undangan di tempat yang berbeda pada waktu yang sama. Hingga pada saatnya, ia masih dalam bimbangnya menentukan antara Utara atau Selatan. Pada akhirnya ia memilih Utara setelah memakan waktu yang cukup lama untuk berpikir, demi mendapatkan dua kepala kambing meskipun dengan rasa yang tak seenak Selatan. Namun sayang, ketika sampai di tujuan ia mendapati hajatan yang telah selesai. Bergegas ia mendayung perahunya ke Selatan, berharap meskipun hanya mendapat satu kepala kambing, ia mendapatkan rasa yang lebih enak. Namun kebimbangannya yang menjerumuskannya. Sampai di Selatan, usai pula itu perhelatan.

Pernah mendengar kisah ini? Ketika SD? Dalam buku teks bahasa Indonesia yang diterbitkan Balai Pustaka? Pernah? Sayangnya, bukan lebai ini yang akan dibahas.

Lebai sebuah kata yang populer dalam kurun waktu kurang dari satu dekade belakangan ini. Akibat tak ada aturan penulisan baku atas kata ini, kata “lebai“ sering ditulis “lebay”. Bahkan orang yang belebihan (lebay) suka meletakkan kedua huruf terakhirnya bersamaan: lebaiy. Istilah gaul–sebenarnya saya enggan menggunakan istilah “gaul”, tapi saya kesulitan mencari diksi pengganti—ini naik daun beriringan dengan istilah gaul lainnya: alay, umay, dan kata-kata akhiran –ay lainnya. Lebay tak lain merupakan penyingkatan, dengan tujuan terlihat lebih gaul, dari kata berlebihan. Berlebihan yang dimaksudkan biasanya pada perilaku atau hal-hal yang melekat pada manusia seperti aksesoris dan riasan.
Lebay dapat diklasifikasikan dalam empat strata. Keeempat tingkatan itu, jika disusun dari tingkat yang paling rendah, yaitu:

1. Lebay Lithoral. Tingkat ini merupakan tingkat yang paling dangkal dari lebay. Lebay ini hanya muncul apabila mengalami kontak dengan orang yang mengidap lebay lainnya. Bahasa sederhananya adalah lebay ikut-ikutan. Lebay tingkat ini juga dikenal dengan junk lebay atau lebay sampah. Bukankah pekerjaan yang hanya bisa ikut-ikutan dapat dibilang nyampah? Lebay jenis ini berada pada peringkat BB hingga D. Pernah bertemu dengan orang yang biasanya diam, namun kalau bertemu dengan orang yang ramai di ikut-ikutan ramai? Itulah contoh dari orang yang mengidap junk lebay.

2. Lebay Neritic. Lebay ini merupakan lebay pada tahap kedua. Orang yang mengidap lebay pada stadium ini dapat dikatakan mampu mengendalikan lebay yang dimilikinya. Ia dapat mengatur kapan semestinya ia bertindak lebay, kapan ia harus bertindak seperti layaknya manusia normal. Sebab itulah lebay ini juga dinamakan dengan callable lebay atau lebay dapat ditarik. Lebay ini bisa ditarik sewaktu-waktu sesuai keinginan si pemilik lebay. Contoh orang yang mengidap lebay ini adalah saya sendiri. Yang bagaimana? Salah satu ciri-cirinya adalah orang yang mencoba mengklasifikasikan lebay menjadi tingkatan-tingkatan. Ingin tahu lebih lanjut? Carilah seorang pemuda bernama Arief Kurniawan; yang kini sedang menuntut ilmu di STAN; mencoba menikmatinya dengan penuh keikhlasan; meskipun tidak menyukai akuntansi keuangan.

3. Lebay Bathyal. Ini adalah fase lebay yang hampir mendekati fase lebay tertinggi. Lebay ini muncul karena tuntutan profesi. Meskipun kadang-kadang sebenarnya tidak lebay, orang-orang yang menderita lebay pada stadium ini harus bertingkah lebay demi memenuhi kebutuhan hidupnya dan berlangsungnya kehidupan mereka. Nama lain dari lebay ini adalah convertible lebay atau lebay konversi. Contoh orang yang terserang lebay ini adalah personil-personil beberapa band yang beraliran pop-melayu maupun emo. Mereka bergaya seakan aliran musik maupun lirik mereka cadas, padahal hanya berisikan cinta dan perselingkuhan. Kalau dalam dunia akting, Fitri Tropica merupakan contoh yang paling tepat untuk pengidap lebay jenis ini. Lebay yang mereka idap dapat mereka konversikan menjadi satu hal yang berguna untuk hidup, bukan hanya hidup mereka, melainkan juga keluarga mereka, yaitu uang.

4. Lebay Abysal. Seperti namanya, lebay ini berada pada bagian yang paling dalam dari seorang manusia. Orang yang terjangkit lebay jenis ini tidak menyadari kalau dia mengidap lebay. Meskipun berlebihan jika dikatakan berbahaya, lebay jenis ini merasuk di tiap-tiap sendi kehidupan penderitanya, seperti perbuatan, perkataan, tulisan, dan, yang paling utama, kerangka berpikir. “Aku gak lebay kok,” atau “Jangan anggap aku lebay”, itulah perkataan yang menjadi ciri-ciri yang paling sering muncul dari pengidap lebay ini. Padahal, gejala-gejala lebay yang dimilikinya terlihat begitu jelas dan hampir setiap saat bagi orang di sekitarnya. Lebay ini menempati peringkat tertinggi, yaitu AAA. Nama lain dari lebay fase ini adalah secured lebay atau lebay yang dijamin, karena pengidapnya yang dijamin lebay.

Demikianlah sedikit definisi dan pengklasifikasian atas lebay. Tidak ada harapan pembahasan ini akan berguna kelak. Meskipun ditulis tanpa tujuan mulia, klasifikasi lebay ini juga tidak ditujukan untuk menyerang pihak-pihak tertentu. Tulisan ini dibuat dan dipublikasikan hanya untuk melepaskan beban, kekesalan, dan penyesalan atas sebuah kesalahan. Bukan, bukan penyesalan atas ketidakmampuan dalam akuntasi keuangan, melainkan penyesalan karena menjadikan STAN sebuah pilihan untuk menggenggam masa depan.

Lalu, berada di tingkat apakah lebay yang Anda miliki?

Thursday, June 11, 2009

tabloid akhirnya beredar

ini adalah sebuah kabar
ketika tabloid hampir kelar
berangkatlah saya dengan jantung berdebar
motor dipacu begitu barbar
kemudian gerimis mulai menebar
hingga di percetakan pak par
tabloid sudah dibayar
jadinya 2750 exlempar,
begitu kata pak par
setelah berputar-putar
dapatlah kami angkutan pengantar
sendirilah saya tiada gentar
merasa tahu bilangan jakbar
namun lupa terlanjur mengakar
kesalahan kecil di persimpangan besar
berpikir sebentar:
ah, cuma sedikit melebar
setelah jauh baru tersadar
sial, saya tersasar!
bahan bakar tinggal dua bar
dompet tertinggal menambah gemetar
hujan juga tak kunjung bubar
untung saya penyabar
di persimpangan yang tak lagi lebar
perasaan kian berbinar:
ini menuju kediaman fauzan akbar!
belok kiri tembus ke jalan besar
lalu ke kanan setelah pasar
tepat sekali, fauzan nur akbar!
kembalilah saya dengan senyum lebar
pesan nasi goreng ditambah dadar
untuk mereka melipat berlembar-lembar
walau kantuk tetap tegar
hingga pagi tak terasa segar
karena tabloid mesti beredar
demi mereka yang (merasa) benar

Wednesday, June 3, 2009

Lisan

Bukankah yang menjerumuskan manusia ke dalam api neraka dengan wajah tersungkur lebih dahulu adalah akibat lisan mereka?

kalimat terakhir dari hadits arbain ke 29 ini begitu membekas buat gw. di tengah kegaduhan saat presentasi kuliah ptun, gw memaksa diri untuk menancapkannya begitu dalam di hati gw, dan gw menangis saat itu pula.

lidah itu lebih tajam dari pedang
apa sih yang berbahaya dari sesuatu yang lunak hanya bertulang rawan?

sebagai bahan renungan, bukankah memang banyak dosa yang berasal dari lisan?

ghibah, sebuah perbuatan yang disamakan dengan memakan bangkai saudara sendiri, merupakan output dari lisan yang tidak ditata.

bohong, sebuah dosa yang menurut gw menimbulkan adiksi (bagaimana tidak, bukankah berbohong akan menuntut kebohongan lain untuk menutupinya?), pun berasal dari sana.

berapa kali kita mendengar atau membaca berita pembunuhan dimana sang pelaku mengakui, "saya sakit hati oleh perkataannya," ketika ditanya mengapa membunuh korban?

seorang teman yang tersakiti hatinya pada suatu ketika, berkata, "lisan itu dapat melukai bagian hati yang tak terlihat." kata-kata itu lebih dari cukup untuk menyesali gaya ceplas-ceplos gw.

mencoba mengingat masa lalu, entah berapa banyak complain untuk gw masalah perkataan yg dianggap dalem dan tidak berperasaan.

ada rasa takut dan senang ketika tangisan kemarin. senang karena merasa Yang-Memiliki-Diri-Ini masih menegur gw dengan indah yang membuat gw merasa begitu diperhatikan, dan takut bila diri ini masih saja terjebak pada kebodohan yang sama nantinya.

semoga penutup tulisan ini, yang juga berasal dari kumpulan hadits yang dituliskan Imam Nawawi, ini bisa gw terus amalkan untuk kehidupan gw selanjutnya.

barang siapa yang mengaku beriman kepada Alloh dan hari akhir, hendaknya berkata baik atau diam