Friday, October 2, 2009

Tentang Komunitas

A bond makes boundaries. Sebuah ikatan di satu sisi menimbulkan batasan-batasan di sisi-sisi lainnya.

Setiap orang mungkin, atau malah pasti, memiliki lebih dari satu komunitas dalam hidupnya. Selain karena kebutuhan akan sosialisasi dengan orang lain, juga karena hidup seseorang pasti terus berkembang dan tidak hanya berada di suatu tempat.

Komunitas itu terbentuk bisa karena keinginan (sengaja menggabungkan diri) maupun karena kebutuhan (mau tidak mau harus terlibat dalam sebuah kelompok). Kalau komunitas yang terbentuk karena sengaja misalnya adalah masuk ke dalam organisasi, kelompok pecinta sesuatu, atau kelompok-kelompok lainnya yang tidak ada paksaan untuk bergabung di dalamnya, atau istilahnya ora melu ya ora pateen, sementara kalau karena kebutuhan contohnya yaitu ketika masuk sekolah baru, mau tidak mau harus bergabung, setidaknya berinteraksi dengan anak-anak di sana atau sebuah contoh yang mutlak dari komunitas ini adalah keluarga. Semua orang pasti punya keluarga, baik itu cuma seorang bapak, seorang ibu, atau pengasuh di yayasan sekalipun.

Komunitas-komunitas yang kita masuki selama hidup, secara sadar maupun tidak sadar mempengaruhi kita, dan kita pun juga mempengaruhi orang-orang yang ada di dalamnya. Hidup kita, termasuk cara pandang dan perilaku, salah satunya terbentuk akibat interaksi yang timbal-balik antara kita dalam komunitas-komunitas tersebut. Komunitas yang kita jalani pada awalnya tidak selalu sesuai dengan kita. Oleh karena itu kita melakukan penyesuaian baik dengan mengubah diri kita maupun mempengaruhi orang-orang di dalamnya. Maka tidak salah bila ada perkataan: jika kamu ingin mengenal seseorang, lihat saja teman-temannya. Bergaul dengan tukang minyak wangi maka akan terciprat wanginya, bergaul dengan pandai besi maka akan terkena apinya.

Seseorang pun biasanya akan berusaha menjadikan dirinya senyaman mungkin di tiap-tiap komunitas yang diikutinya. Namun disanalah letak permasalahannya, yaitu pada usaha-usaha “menyamankan diri” di tiap komunitas yang tentunya berbeda-beda. Antarkomunitas yang berlainan tentu saja memiliki kepentingan yang berbeda, dan tidak jarang kepentingan-kepentingan tersebut saling bergesekan yang dapat menimbulkan konflik. Hal lainnya yaitu keterbatasan manusia. Kemungkinannya adalah nihil bagi seseorang berada di dua komunitas yang berbeda dalam waktu yang sama, meskipun biasanya dalam sebuah wawancara ataupun sejenisnya seseorang akan berkata: saya akan 100% di sana dan juga 100% di sini. Selain itu, ketertarikan sesorang pada sesuatu tidak selalu pada intensitas yang tetap, atau istilahnya lagi kurang mood. Hal-hal tersebut yang menjadikan sebuah ikatan di satu komunitas akan menjadi batasan di komunitas lainnya. Ketika sedang merasa nyaman di satu komunitas, maka rasanya enggan beranjak ke komunitas lainnya, meskipun sangat dibutuhkan sekalipun. Sebuah ikatan yang kita rasakan di suatu komunitas seolah-olah membuat batasan-batasan untuk kita berbaur dengan yang lainnya.

Sebenarnya saya cuma mau bercerita bahwa akhir-akhir ini saya lagi merasa begitu jauh sama temen-temen saya di salah satu komunitas yang saya ada di dalamnya, tetapi saya sedang merasa nyaman-nyamannya di komunitas yang lain. Sementara itu kalo saya pikir-pikir, ternyata saya baru sadar kalau beberapa bulan atau setahun belakangan ini saya kurang kontribusi, atau kalau kata Afgan di iklan motor: ga ng-eksis, di komunitas atau sebut saja organisasi yang sekarang lagi nyaman-nyamannya saya rasakan karena terlalu sibuk di komunitas lainnya.

p.s.:
mengenai bahasa inggris di kalimat awal, mohon maaf kalau ternyata kurang tepat dan mengganggu pandangan. Jadi tolong dikoreksi bagi yang kebetulan baca, mengetahui, dan peduli. Selain itu, saya tidak melakukan kajian pustaka sama sekali untuk menulis ini. Semua berdasarkan pengalaman dan pengamatan sekilas saya saja, dengan kata lain: sotoy-sotoyan belaka.

No comments:

Post a Comment